Universitas KH. A. Wahab Hasbullah (Unwaha) Jombang menghadirkan Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag. sebagai pembicara dalam Kuliah Umum bertajuk “Santri Berfilsafat”, yang berlangsung di Auditorium Unwaha pada Minggu (6/10/2024).
Acara diawali dengan sambutan sekaligus pembukaan resmi oleh Rektor Unwaha, Prof. Dr. Ir. H. Gatot Ciptadi, DESS, IPU, ASEAN Eng. Dalam pengantarnya, beliau menekankan pentingnya filsafat sebagai salah satu fondasi ilmu pengetahuan dalam kehidupan.
“Filsafat adalah bidang ilmu yang berangkat dari proses perenungan mendalam untuk berpikir. Hasil dari pemikiran itu melahirkan pengetahuan, yang pada akhirnya mengantarkan manusia menuju kebenaran hakiki,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Prof. Gatot menjelaskan bahwa kebenaran sejati tidak dapat dibatasi oleh pengalaman atau kemampuan manusia semata. Namun, di era modern saat ini, terdapat perangkat (tools) yang dapat dimanfaatkan untuk menguji dan menemukan kebenaran tersebut.
“Tools itu adalah IPTEKS. Maka ke depan, bagaimana kita sebagai akademisi maupun santri mampu memanfaatkannya untuk memahami dan meraih kebenaran secara lebih komprehensif,” jelasnya.
Ia juga berharap, melalui kuliah umum ini, para peserta tidak hanya memperoleh wawasan filosofis, melainkan juga mampu mengimplementasikannya dalam proses pencarian kebenaran dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Sebelum sesi utama, kegiatan menghadirkan Dr. H. Mohammad Fatchulloh, M.Pd.I. selaku Keynote Speaker. Beliau menyampaikan pengantar yang menekankan relevansi tema filsafat dengan dinamika pendidikan pesantren dan perguruan tinggi. Menurutnya, filsafat dapat menjadi landasan berpikir kritis sekaligus etis bagi para santri dalam menghadapi perkembangan zaman.
Selanjutnya, kuliah umum disampaikan oleh Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag., akademisi sekaligus penulis yang juga mengajar di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sesi ini dipandu oleh Irwan Ahmad Akbar, M.A., dosen Unwaha.
Dalam pemaparannya, Dr. Faiz menyoroti keterkaitan erat antara santri dan filsafat. Hal tersebut dapat ditelusuri dari asal-usul istilah santri itu sendiri.
“Banyak yang menyebut, kata santri dalam bahasa Sanskerta berasal dari sashtri, sementara dalam Jawa Kuno terdapat istilah cantrik. Sashtri dimaknai sebagai hikmah, sedangkan cantrik berarti khidmat,” jelasnya.
Beliau menambahkan, hikmah kerap digunakan para ulama sebagai padanan kata filsafat, sementara khidmat dalam tradisi pesantren berarti pengabdian santri kepada ilmu, kyai, dan pada akhirnya kepada masyarakat.